Penulis : Randa Fenostar (Mahasiswa Master di Wageningen University)

Dua belas detik waktuku terhenti
Terbius aku oleh sinar berbinar satu lagi
Yang sedang tersenyum pelan sepenuh hati
Oh … sungguh indahnya pagi hari
Ku lihat mentari tersenyum dua kali
Dua belas detik ragaku terpaku
Terdengar amat sayup ia memanggil namaku
Pandanganku telah tersita oleh manisnya wajah itu
Hingga indra lain pun seolah sedang menunggu
Menunggu berfungsi setelah beberapa waktu
Dia mentari baru dalam hidupku
Sosok gadis nan tangguh penuh ilmu
Piawai bercakap dan mempengaruhi ku
Sudah setahun tersimpan indah rasa itu di hatiku
Namun tak kunjung jua lidah mampu memberi tahu
Bukankah cinta berarti menunggu?
Menunggu waktu hingga ia menyadari ada aku
Yang dalam diam menyimpan rasa itu
Itulah mencinta dalam prinsipku
Buat hatinya merasa dulu baru ku beri tahu
Gejalanya rindu bila tak bertemu
Bersua bahagia selalu
Khawatir ada pilihan selain aku
Gelisah takut terlambat langkahku
Mengutarakan rasaku padamu
Bila Tuhan takdirkan sajak-sajak ini terbaca olehmu
Percayalah aku masih dalam harap hatimu belum berlabuh pada selain aku
Berbisik aku dalam doa-doa setelah sujudku
Hanya mungkin engkau adalah wanita itu
Yang menemaniku menulis sajak-sajak baru sepanjang hidupku
Wahai mentari kedua yang tersenyum padaku pagi itu
Setelah mentari pertama yang kupanggil Ibu …